kisah ketika kutemukan kedamaian




Namanya Nina, terlahir sebagai muslimah. Ayahnya melafalkan adzan ketika Nina lahir. Namun, perjalanan keimananya sungguh tidak mudah. Nina tidak dibesarkan dilingkungan masyarakat yang islami. 

Lingkungannya memang perulal/campur. Ada yang beragama keristen, katolik, buddah, hindu, bahkan konghucu. Diusia lima belas tahun Nina memiliki teman akrab seorang nasrani.

Dilingkunganya tidak ada kegiatan taman pendidikan Al-Qur’an. Namun ibunya mengajari membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, mengenalkan islam kepada Nina, mengajari shalat lima waktu, dan mengajarkan berpuasa.

Sayangnya Nina tumbuh besar menjadi gadis yang asal-asalan dalam beribadah. Kadang sehari penuh bisa shalat lima waktu, kadang hanya magrib saja, kadang hanya subuh saja, atau tidak sama sekali. Ibunya sebenarnya cukup ketat dan galak dalam urusan ibadah. Tetapi saat ibunya tidak ada dirumah atau tidak meliatnya, shalat pun dilalaikan Nina.

Takut kepada Allah menjadi nomer sekian bagi Nina,  seolah –olah ibadah hanya karna ibu semata. Bukan karena Allah. Perilaku yang jauh lebih baik itu pun didukung dengan kondisi tubuhnya yang menolak jika mengenkan pakaian tertutup. Meskipun ibunya telah menyarankan berkali-kali, tetapi setiap Nina mengenakan pakaian tertutup, perasaan rasa gatal selalu menyerangnya.

Memang aneh, tetapi ketika ibunya memeriksakan Nina ke dokter, kata dokter itu tidak aneh. Memang, pertumbuhan hormon ketika remaja kadang membuat tubuh tidak bisa tertutup penuh. Tubuh seseorang kadang membutuhkan udara bebas.

Alasan itulah yang kemudian membuat ibunya tidak memaksanya memakai pakaian tertutup dan berhijab, kondisi yang tidak normal, ini berlangsung hingga SMA. Kata dokter kondisi itu bisa berubah sesuai kematangan hormon dalam tubuhnya.

Ketika usia delapan belas tahun, kemudian terbersit pikirannya untuk mengenakan pakaian tertutup dan berhijab. Sahabat karibnya yang meminta Nina untuk menyegerakan berhijab.

“kamu engga coba mengenakan pakaina tertutup.” ? tanya sahabatnya satu kali.

“belum ah, aku masih takut rasa gatal itu menyerang lagi.” Jawab Nina mengelak.

“tapi sebaiknya dicoba dulu aja, kamu sudah hampir 18 tahun loh,” kata sahabatnya.

Sekali, dua kali, tiga kali, sampai berkali-kali ia terus mengingatkanya tentang pentingnya menutup aurat. Lama-lama hati Nina terketuk untuk mencobanya lagi.
Hampir setiap hari Nina memikirkan tentang keinginanya menutup aurat. Namun, mengenakan pakaian tertutup bukan hanya soal apakah tubuhnya menerima atau tidak, tapi ada pemikiran lain yang mengganggunya, hatinya sungguh mengiyakan, tapi tidak dengan otaknya yang memikirkan banyak hal itu. Nina berpikir bagaimana penerimaan orang-orang, bagaimana nanti dengan pergaulan tidak sesuai pakaian yang dikenakanya dan lain sebagainya, pikir Nina.

Semakin sering Nina bertemu dengan orang-orang yang mengenakan pakaian tertutup dan mendengar ceramah tentang hijab itu sendiri secara tidak sengaja. Entah bagaimana, seperti kebetulan yang sudah direncanakan Allah.    
Awal kuliah Nina, mulai memakai pakaian yang lebih tertutup, walaupun belum tertutup semuahnya. Alhamdulillah tubuhnya sudah terbiasa. Nina tidak merasa gatal-gatal lagi yang biasa menyerang seluruh tubuhnya. Nina mulai menyempurnakan ibadah dan mulai mempelajari Agama lebih dalam lagi.

Akhirnya Nina mulai memantapkan hati dan mengutarakan keinginanyan kepada ibunya.
“ibu, bagaimana kalau aku berhijab.?” Tanya Nina kepada sang ibu.

“bagaimana dengan kulitmu nak.?” Ibunya balik bertanya

“aku sudah mencoba dan alhamdulillah tidak merasakan gatal lagi.?” Jawab Nina.

“bagaiman dengan pikiranmu.?” Tanya ibunya lagi. “kalau kamu sudah berhijab jangan sampai dilepas lagi. Karna kalau kamu lepas hijabmu itu konyol, dan sebaiknya mantapkan dulu niatmu karna Allah, baru melakukanya untuk berhijab.”

Setelah benar-benar memantapkan niat berhijabnya karna Allah, akhirnya hari itu datang juga. Di tahun kedua kuliah, Nina sudah mulai berhijab dari ujung rambut sampai ujung kaki sebagaimana di wajibkan atas kaum muslimah.

Saat Nina mengenakan hijab itu, Nina merasakn kedamaian. Nina juga merasakan terlindungi. Nina jadi merasa lebih dihargai sebagai seorang perempuan, karena laki-laki lbih sungkan jika ingin menggodanya.

Di lingkungan kampus pun, hanya segelintir orang yang berhijab dan mayoritas non-muslim banyak yang tidak percaya bawasannya Nina berhijab dilingkungan yang jauh dari nuansa islami. Tapi Nina sudah yakin dengan keputusanya.

Nina ingin selalu merasakan kedamaian, karena merasa dekat dengan Allah. Nina ingin mematuhi semua perintah Agama dan berusaha terus mengenal Agama islam lebih jauh. Nina juga ingin memperbaiki diri yang masih jau dari kata sempurna ini.

Jika kembali ke masa-masa itu, Nina hanya bisa tersenyum dan bersyukur, kasih sayang Allah untuk umatnya tidak akan pernah habis. Meskipun kadang tidak mengingatnya, tapi Allah selalu mengingatkan dan memberikan yang terbaik. Alhamdulillah. Nina yakin benar, semua ini tidak datang tiba-tiba. Allah yang sudah merencanakan hal itu terjadi dengan cantik dan indah, perubahan yang tepat pada waktunya.


http://www.voa-islam.com

Comments

Menu

Baca Juga Artikel

contoh surat undangan haul pesantren