Daftar isi / Menu
Daftar isi / Menu
Pengertian anak yatim dan Walinya
- Get link
- X
- Other Apps
Sejauh mana seseorang anak dianggap sebagai yatim ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu kembali kepada
batasan usia balig. Dalam pemahaman fiqih seorang anak telah dikatakan balig
jika memenuhi ketentuan ini :
1. Telah berusia 15 tahun.
2.
Atau telah keluar seperma (
mimpi basah ).
3.
Bagi anak perempuan telah
mengalami haid.
Seorang anak laki-laki atau perempuan, yang ditinggal mati
orang tuanya, ayah atau malah keduanya, masih disebut yatim selama belum
memenuhi keteria balig. Tetapi kalau sudah memenuhi keteria balig, ia tidak
lagi disebut yatim, sekalipun tidak mempunyai apa-apa yang dapat diandalkan
untuk menompang hidupnya.
Apakah wali anak yatim yang kondisinya ekonominya
memperhatikan diperbolehkan membelanjakan harta anak yatim yang diurusnya itu ?
Wali anak yatim yang ekonominya memperhatikan ( miskin ),
tidak dilarang ikut mempergunakan sebagian hartanya sekedar menunjang hidupnya
sehari-hari. Jadi yang diperbolehkan hanya sebatas penggunaan untuk kebutuhan
perimer, bukan kebutuhan sekunder. Kebolehan itu didasarkan pada
Firman Allah Swt :
وَابْتَلُوا الْيَتَامَىٰ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغُوا
النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ
أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَأْكُلُوهَا
إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا ۚ وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَنْ كَانَ
فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ
فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian
jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa
(membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara
itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu)
dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang
patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah
kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah
Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).( An Nisa : 6 )
Tafsir
jalalayn
(Dan hendaklah kamu uji anak-anak yatim itu) sebelum mereka
balig yakni mengenai keagamaan dan tingkah laku mereka (hingga setelah mereka
sampai umur untuk kawin) artinya telah mampu untuk itu dengan melihat keadaan
dan usia; menurut Imam Syafii 15 tahun penuh (maka jika menurut pendapatmu)
atau penglihatanmu (mereka telah cerdas) artinya pandai menjaga agama dan harta
mereka (maka serahkanlah kepada mereka itu harta-harta mereka dan janganlah
kamu memakannya) hai para wali (secara berlebih-lebihan) tanpa hak; ini menjadi
hal (dan dengan tergesa-gesa) untuk membelanjakannya karena khawatir (mereka
dewasa) hingga harta itu harus diserahkan kepada yang berhak. (Dan barang
siapa) di antara para wali (yang mampu, maka hendaklah ia menahan diri) dari
mengambil dan memakan harta anak yatim itu (sedangkan siapa yang miskin, maka
bolehlah ia memakan) harta itu (secara sepatutnya) artinya sekadar upah jerih
payahnya. (Kemudian apabila kamu menyerahkan kepada mereka) maksudnya kepada
anak-anak yatim (harta mereka, maka hendaklah kamu persaksikan terhadap mereka)
yakni bahwa mereka telah menerimanya dan tanggung jawabmu telah selesai.
Maksudnya ialah siapa tahu kalau-kalau terjadi persengketaan nanti, maka kamu
dapat mempergunakan para saksi itu. Maka perintah ini tujuannya ialah untuk
memberi petunjuk (Dan cukuplah Allah) ba merupakan tambahan (sebagai pengawas)
yang mengawasi perbuatan-perbuatan hamba-Nya dan memberi mereka ganjaran. Ayat
berikut ini diturunkan untuk menolak kebiasaan orang-orang jahiliah yang tidak
mau memberi harta warisan kepada golongan wanita dan anak-anak.
Rasulullah Saw, bersabda :
عن عمر بن شعيب انّ
رجلا اتى النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم فقال : إنّي فقير ليس لي شيء ولي يتيم ,
فقال , كل من مال يتيمك غير مسرف
Dari Amr bin Syuaib, ia menceritakan, ada seseorang
datang menghadap Nabi Saw, lalu katanya : Aku ini orang miskin, tidak mempunyai
apa-apa, dan aku memelihara anak yatim. Nabi Saw menjawab : makanlah sebagian dari
harta anak yatim yang kamu pelihara, tetapi jangan berlebihan. ( Diriwayatkan
oleh lima orang ahli hadis selain turmudzi ).
Kedua dalil itu memberi gambaran yang jelas, bahwa wali yang
miskin diperbolehkan ikut membelanjakan sebagian dari harta anak yatim yang
diasuhnya. Dengan catatan: penggunaanya secara ma’ruf dan tidak israf. Dua pernyataan
ini mempunyai arti yang sama, yakni bukan secara berlebihan atau menurut ukuran
wajar.
- Get link
- X
- Other Apps
Menu
Baca Juga Artikel
contoh surat undangan haul pesantren
PONPES MIFTAHUL HUDA Kp.Rengkod Rt. 015 Rw. 07 Kec. Jayanti Kab.Tangerang Tangerang, 14 Januari 2018 Nomor : 01/Miftahul Huda/MH01/I/2018 Lamp : - Perihal : Undangan Haul Ayahanda H. Jasi’an Bin Rasem , Beserta Haul Sykah Abdul Qodir Jaelani Kepada Yth. Bpk Tokoh Masyarakat, ................................. Di Tempat. Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan berbagai kenikmatan kepada kita, sehingga kita bisa melaksanakan kegiatan sehari-hari. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rosulullah SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang tetap Istiqomah dijalanNya. Sehubungan dengan akan dilaksanakannya Haul Ayahanda H. Jasi’an Bin Rasem, Beserta Haul Sykah Abdul Qodir Jaelani Di PonPes Miftahul Huda Kp.Rengkod, kami selaku Keluarga mengundang kehadiran Bapak/Sdra dalam Acara Haul Ayahanda H. Jasi’an Bin Rasem, Beserta Haul Syka...
Comments
Post a Comment