Pengertian anak yatim dan Walinya



Sejauh mana seseorang anak dianggap sebagai yatim ?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu kembali kepada batasan usia balig. Dalam pemahaman fiqih seorang anak telah dikatakan balig jika memenuhi ketentuan ini :
      1.       Telah berusia 15 tahun.
      2.       Atau telah keluar seperma ( mimpi basah ).
      3.       Bagi anak perempuan telah mengalami haid.
Seorang anak laki-laki atau perempuan, yang ditinggal mati orang tuanya, ayah atau malah keduanya, masih disebut yatim selama belum memenuhi keteria balig. Tetapi kalau sudah memenuhi keteria balig, ia tidak lagi disebut yatim, sekalipun tidak mempunyai apa-apa yang dapat diandalkan untuk menompang hidupnya.

Apakah wali anak yatim yang kondisinya ekonominya memperhatikan diperbolehkan membelanjakan harta anak yatim yang diurusnya itu ?
Wali anak yatim yang ekonominya memperhatikan ( miskin ), tidak dilarang ikut mempergunakan sebagian hartanya sekedar menunjang hidupnya sehari-hari. Jadi yang diperbolehkan hanya sebatas penggunaan untuk kebutuhan perimer, bukan kebutuhan sekunder. Kebolehan itu didasarkan pada

Firman Allah Swt :
وَابْتَلُوا الْيَتَامَىٰ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا ۚ وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا



Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).( An Nisa : 6 )
Tafsir jalalayn
(Dan hendaklah kamu uji anak-anak yatim itu) sebelum mereka balig yakni mengenai keagamaan dan tingkah laku mereka (hingga setelah mereka sampai umur untuk kawin) artinya telah mampu untuk itu dengan melihat keadaan dan usia; menurut Imam Syafii 15 tahun penuh (maka jika menurut pendapatmu) atau penglihatanmu (mereka telah cerdas) artinya pandai menjaga agama dan harta mereka (maka serahkanlah kepada mereka itu harta-harta mereka dan janganlah kamu memakannya) hai para wali (secara berlebih-lebihan) tanpa hak; ini menjadi hal (dan dengan tergesa-gesa) untuk membelanjakannya karena khawatir (mereka dewasa) hingga harta itu harus diserahkan kepada yang berhak. (Dan barang siapa) di antara para wali (yang mampu, maka hendaklah ia menahan diri) dari mengambil dan memakan harta anak yatim itu (sedangkan siapa yang miskin, maka bolehlah ia memakan) harta itu (secara sepatutnya) artinya sekadar upah jerih payahnya. (Kemudian apabila kamu menyerahkan kepada mereka) maksudnya kepada anak-anak yatim (harta mereka, maka hendaklah kamu persaksikan terhadap mereka) yakni bahwa mereka telah menerimanya dan tanggung jawabmu telah selesai. Maksudnya ialah siapa tahu kalau-kalau terjadi persengketaan nanti, maka kamu dapat mempergunakan para saksi itu. Maka perintah ini tujuannya ialah untuk memberi petunjuk (Dan cukuplah Allah) ba merupakan tambahan (sebagai pengawas) yang mengawasi perbuatan-perbuatan hamba-Nya dan memberi mereka ganjaran. Ayat berikut ini diturunkan untuk menolak kebiasaan orang-orang jahiliah yang tidak mau memberi harta warisan kepada golongan wanita dan anak-anak.

Rasulullah Saw, bersabda :
عن عمر بن شعيب انّ رجلا اتى النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم فقال : إنّي فقير ليس لي شيء ولي يتيم , فقال , كل من مال يتيمك غير مسرف
Dari Amr bin Syuaib, ia menceritakan, ada seseorang datang menghadap Nabi Saw, lalu katanya : Aku ini orang miskin, tidak mempunyai apa-apa, dan aku memelihara anak yatim. Nabi Saw menjawab : makanlah sebagian dari harta anak yatim yang kamu pelihara, tetapi jangan berlebihan. ( Diriwayatkan oleh lima orang ahli hadis selain turmudzi ).

Kedua dalil itu memberi gambaran yang jelas, bahwa wali yang miskin diperbolehkan ikut membelanjakan sebagian dari harta anak yatim yang diasuhnya. Dengan catatan: penggunaanya secara ma’ruf dan tidak israf. Dua pernyataan ini mempunyai arti yang sama, yakni bukan secara berlebihan atau menurut ukuran wajar.

Comments

Menu

Baca Juga Artikel

contoh surat undangan haul pesantren